Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

20 Feb 2010

kisah Sukses TIP TOP Swalayan

Saya lahir pada tahun 1933, di Padang, Sumatera Barat. Alhamdulillah sejak kecil orang tua mendidik saya dengan ajaran Islam yang ketat. Ayah saya berlatar pedagang. Sejak saya kecil, ia juga mendidik saya untuk berdagang. Sekaligus mengajarkan akhlaq berdagang.
Suatu saat tanpa disadari, ayah saya kurang mengembalikan uang pembeli. Tetapi pembeli itu diam saja dan berlalu. Lekas dipanggilnya orang itu. Sewaktu saya bertanya mengapa dikembalikan sisa uangnya sedangkan orang itu tidak tahu. Ayah menjawab, Allah Maha Tahu. Sikap demikian akhirnya tertanam dalam hati nurani saya.
Sewaktu baru berumur 11 tahun, saya sudah diberinya sejumlah uang. “Kamu mau dagang apa, terserah,” ujarnya lembut. Setiap pulang “berdagang”, saya melaporkan pendapatan saya. “Berapa kamu dapat ? Bagus,” pujinya. Waktu itu saya berinisiatif menjual kelapa. Dengan menggunakan gerobak, saya membeli kelapa di rumah penduduk, dan menjualnya ke pasar dengan jarak tempuh sampai 10 km.
Tapi ayah tetap mengutamakan pendidikan formal. “Jangan tinggalkan sekolah.”itu selalu ia tekankan. Lulus SMA saya meneruskan studi ke Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Setelah lulus, saya bekerja sebagai Direktur BPD. Saya sudah bertekad, suatu saat harus mandiri. Setelah tujuh tahun bekerja di BPD, saya menolak diperpanjang masa jabatan. Saya merasa inilah titik awal permulaan usaha saya. Saya mesti berdiri di atas kaki sendiri.
Maka sejak 1967, saya mulai menekuni berbagai bidang usaha. Hingga sepuluh tahun kemudian, sewaktu mencoba bisnis properti kecil-kecilan, saya sadar, usaha itu sudah tidak bisa lagi saya kembangkan.
Lalu pada tahun 1978, saya memutuskan keliling Eropa, melakukan “studi banding”, apa sih yang sebaiknya saya kembangkan. Akhirnya saya menemukan, yang pokok diperlukan manusia itu sandang dan pangan. Ternyata siapa yang bergerak di bidang itu, asalkan mempraktekkan teori-teori yang benar, dapat berkembang.
Pada tahun 1979, mulailah saya membuka TIP TOP di Rawamangun. Waktu itu hanya toko kecil, semacam mini market. Saya memulai dari bawah, dari nol. Luas lantainya hanya 400 M2. Saya juga pergi ke pasar-pasar tradisional membeli bawang, cabai langsung sama mbok-mbok penjualnya. Ini berlangsung sekitar dua tahun. Bagi saya ini banyak hikmahnya, saya jadi tahu perputaran arus barang mulai dari bawah.
Sejak awal saya sudah mematok mini market itu harus berdasarkan prinsip-prinsip Islami. Bukan hanya tidak menjual daging babi dan minuman keras, tetapi saya juga selektif memilih barang. Misalnya daging sapi atau ayam, kalau harganya terlalu murah, atau tidak jelas memotongnya Islami atau tidak, saya tolak. Bagi saya justru nmencurigakan kalau harganya terlalu murah, dari mana dapat daging itu? Jadi barang-barang yang tidak jelas asal usulnya tak mau saya terima. Saya juga perlu melihat langsung tempat pemotongan hewannya.Saya berusaha memprotect, agar hanya barang yang halal dan thoyyib saja yang dijual.
Saya juga mencoba mengikuti bagaimana nabi berdagang, tentunya sepanjang yang saya ketahui. Nabi Muhammad berdagang sesuai dengan hati nuraninya, tidak mau menipu, mencelakakan atau menganiaya orang. Ini saya coba terapkan. Bagi saya kalau sudah cukup untung 2 sampai 3 % jangan mengambil 5 atau 10 %. Setahu saya prinsip dalam Islam itu, carilah pendapatan secukupnya untuk dirimu. Jadi walaupun barangnya halal, tapi kalau harganya mahal, bagi saya tidak baik, dan tidak Islami juga jadinya.
Ternyata dasar Islami ini mendapat respon positif dari masyarakat. Tip Top mendapat sambutan di luar dugaan saya. Perkembangannya demikian cepat, bagaikan air bah saja. Lahan seluas 400 M2 itu tidak mencukupi. Tiap tahun saya harus memperluas , dengan membongkar bagian rumah saya di samping mini market. Tahun 1985, Tip Top sudah berubah jadi Pasar Swalayan, dengan luas 3000 M2 dan kenaikan penjualan 20 hingga 30 kali lipat.
Berdasarkan pemantauan kami, pelanggannya tidak hanya yang tinggal di Rawamangun saja, tapi meluas hampir di seluruh Jakarta Timur. Saya merasa ini tak lain karena ridlo Allah. Dengan kesadaran ini, saya semakin takut untuk keluar dari jalur Islami. Tawaran dari supplier barang yang tidak Islami, misalnya minuman keras, bukannya tidak ada. Bahkan fasilitasnya mudah dan keuntungannya besar. Saya tetap menolak semuanya.
Hingga pada Juni 1991, Allah menguji saya. Kebakaran besar tiba-tiba menimpa Tip Top.Semuanya habis terbakar. Inventaris, stok-stok barang, gedung, ludes terbakar semuanya. Tak ada lagi yang tersisa. Hingga menjelang shubuh, api yang mengamuk sejak jam satu malam masih berkobar. Pemadam kebakaran boleh dibilang minim bantuannya, karena sedang terjadi kebakaran juga di Jatinegara.
Sewaktu melihat api yang menjilat-jilat itu, saya sempat berfikir, apakah ini hukuman atau cobaan dari Allah. Bagi saya, kalaupun ini hukuman, saya tetap bersyukur. Berarti Allah masih berkenan memperingatkan saya dan masih memberi kesempatan saya memperbaiki diri. Sewaktu api masih mengganas, saya pulang untuk sholat shubuh. Setelah sholat, rasanya muncul cahaya, bahwa ternyata itu bukan hukuman. Tapi cobaan dari Allah. Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa pada waktu itu saya dicoba.
Pagi hari para karyawan berdatangan. Tak pelak lagi mereka terkejut, sedih, bahkan menangis. Saya hadapi mereka, saya sampaikan apa yang saya yakini. Bahwa kita sedang dicoba oleh Allah, apakah mampu atau tidak kita melewatinya. Kalau mampu, kita akan “naik kelas”. Kalau tidak, malah akan ditutup segala pintu rizki oleh Allah. Sayapun sudah bertekad, harus bangkit kembali.
Setelah musibah itu, tanpa saya duga sama sekali, pihak Pemda meminta Tip Top harus berdiri kembali. Jam sepuluh pagi sesudah kebakaran itu, mereka bilang,”Kalau perlu buka saja disini(areal Pemda-red). Kalau pun mau membangun kembali di tempat lama, apa kesulitannya, kami yang akan urus.” Saya sangat terharu. Rasaya mereka kok lebih berkepentingan daripada kami.
Wakil Gubernur saat itu menanyakan, berapa karyawan yang teraniaya akibat kebakaran itu. Saat itu ada sekitar 200 karyawan yang menggantungkan hidupnya pada Tip Top. Ternyata ia menyampaikan, mereka akan disantuni Pemerintah DKI. “Kalau soal ijin dan lainnya, saudara tidak usah khawatirkan. Pemerintah DKI akan berada di belakang saudara.” ujarnya pada saya. Itu suatu support luar biasa yang sama sekali tidak saya duga sebelumnya. Tambah kuat keyakinan saya bahwa ini cobaan dari Allah. Masalah-masalah setelah kebakaran rasanya dimudahkan saja oleh-Nya.
Hal lain yang juga di luar dugaan saya, adalah mudahnya saya memperoleh pinjaman dalam jumlah sangat besar, buat membangun kembali Tip Top. Pertolongan-pertolongan yang tidak disangka sama sekali, ternyata saya dapatkan dengan mudah. Saya pikir itulah kehendak Allah. Sebagai manusia, saya dengan sendirinya sangat terharu dengan karunia Allah ini.
Sekitar dua minggu kemudian, Tip Top dibangun kembali. Di areal lama. Bulan September, separoh dari supermarket sudah dapat dibuka kembali. Saat itu hutang saya kepada supplier mencapai dua milyar lebih. Tapi, Alhamdulillaah, mereka tetap percaya kepada kami. Walaupun hutang itu belum bisa dibayar, mereka tetap mensupli kami dengan barang-barang baru.
Pada Februari 1992, keadaan kembali seperti semula,. Setelah enam bulan sebelumnya kami bekerja siang dan malam. Dengan sendirinya kami mengalami berbagai pembaharuan. Bergerak dengan semangat, kemampuan, situasi serta keadaan yang baru. Ternyata para pelanggan juga tidak meninggalkan kami. Akhirnya, masih pada tahun 1992 itu, semua hutang saya pada supplier sudah bisa terbayar. Suatu hal yamg tak saya sangka. Saat itu kembali saya disadarkan, kalau Allah berkenan memberi rizki, dengan mudah saja Ia berikan.
Pada tahun 1992, seseorang tiba-tiba menawarkan sebidang tanah seluas dua hektar di Bogor. Awalnya, saya sempat pikir-pikir, apa gunanya. Tapi kembali saya merenung, barangkali Allah mau menguji saya, mampukah saya mengambil manfaat dari tawaran tanah itu. Akhirnya tanah itu saya beli. Pada tahun 1993 saya dirikan Panti Yatim Piatu.
Pada tahun itu pula saya dapat membuka cabang. Padahal, terus terang, saya juga tidak tahu dari mana uangnya. Saya juga heran, kok bisa. Padahal baru dua tahun saya terkena musibah. Agaknya itu yang Allah janjikan, kalau engkau dekat dengan-Ku, Aku lebih dekat. Ternyata cabang Tip Top itu pesat perkembangannya. Pada tahun 1999 kami membuka cabang di kawasan Tangerang. Insya Allah pada tahun 2001 kami akan membuka satu atau dua cabang lagi. Di setiap cabang itu, kami tetap menegakkan prinsip awal, yaitu supermarket berjiwa Islami.
Terhadap suppiler dan pembeli, sikap jujur tetap saya utamakan. Itu merupakan modal pokok usaha. Supplier mensuply barang puluhan milyar. Bagaimana mungkin mereka percaya, kalau saya tidak jujur. Pernah pula datang seorang pembeli yang mengeluhkan harga barang kami. Menurutnya, ternyata di tempat lain, ada barang serupa dengan harga lebih murah. Boleh jadi kami tertipu, “tertidur” atau pedagang lain berusaha men-cut prinsip kami. Setelah kami cek dan benar harga di sana lebih murah, kami kembalikan selisih harganya kepada pembeli itu.
Kini, kami mulai mempunyai anak-anak angkat, mereka ingin bergerak di bidang usaha ini tapi tidak tahu caranya. Mereka kami bimbing, tanpa memperhatikan unsur komersialnya. Kalau sudah berkembang, kami lepas. Sekarang sudah ada beberapa yang sudah bisa dilepas. Bahkan sudah membuka cabang-cabang mini marketnya.
Kami berusaha tetap eksis di Indoensia ini. Tentunya nanti akan lebih banyak lagi ”serbuan” pesaing yang masuk, setelah AFTA 2003. Tapi, insya Allah kami bisa menghadapi itu. Dan saya yakin seyakin-yakinnya, Allah akan melindungi usaha-usaha yang diridloi-Nya.
Ke depannya, cita-cita saya, saya sangat ingin membuka supermarket di dekat Masjidil Haram atau Masjid Nabawi.
Sekali lagi, saya sangat bersyukur, orang tua menganut Islam yang baik dan mengupayakan saya demikian juga. Yang saya sayangkan mereka keburu berpulang, dan belum sempat menikmati hasil kerja keras dan rizki Allah pada saya. Saya belum sempat menyenangkan mereka. Tapi Allah sudah memutuskan. Saya hanya bisa berdoa, mudah-mudahkan mereka mendapat tempat layak di sisi-Nya.
Kini, saya mempunyai generasi penerus, putra-putri saya. Insya Allah usaha ini akan jatuh ke tangan yang benar. Jangan sampai goyah membawa prinsip Islam dalam perjalanan selanjutnya. Saya optimis, Insya Allah, usaha-usaha apapun, termasuk swalayan yang berada dalam koridor Islam, akan dapat berkembang terus.
Seperti dikisahkan Bapak Rusman Maamoer,
pendiri Swalayan Tip Top, kepada Tarbawi.

Sumber : http://safeourlife.info/node/84

Semoga Bermanfaat,

Salam Cinta Secinta-cintanya

(^_^)
SYAIFUL PUTRA
www.syaifuljourney.blogspot.com Baca Selengkapnya!

1 Feb 2010

MAWAR HATI (Full Version)

9 September 2009. Langit terlihat cerah siang itu, seperti sebuah lukisan di atas kannvas yang di beri cat biru muda dan dibubuhi gerombolan awan putih bak kapas yang beterbangan.

Bus NPM yang ditumpangi Seffa baru saja beranjak pelan meninggalkan terminal Rawamangun Jakarta, sang kondektur yang baru saja meng-absen semua penumpang pun kini sudah kembali ke bunkernya. Para penumpang terlihat sibuk dengan dunianya masing-masing. Ada yang langsung menyandarkan kepalanya ke belakang sambil memejamkan matanya, ada juga yang membaca Koran dan majalah yang dibeli dari lopper asongan yang selalu setia menemani para pemudik sebelum bus berangkat.

Seffa melihat ke luar lewat kaca jendela di sampingnya, terlihat gedung-gedung tinggi, bangunan-bangunan mewah, pedagang minuman yang tetap jualan meskipun ini adalah Ramadhan, diluar sana juga terlihat taman-taman hijau ditengah panasnya Jakarta,

Tidak terasa, sudah lima tahun ia berada untuk meraih mimpi di negeri Batavia itu dan kini ia akan pulang ke kampung halaman tercintanya untuk melepas rindu pada Ibundanya tercinta dan adik perempuannya, sekaligus ziarah ke makam ayahnya yang meninggal 2 tahun lalu. Ada senyum bahagia tersungging di bibirnya, karena sebentar lagi ia akan bertemu dengan ibu yang sangat dicintainya. Lima tahun di rantau orang, Seffa memang baru pulang satu kali ke Padang-Pariaman. Itu pun hanya selama empat hari, dua tahun yang lalu ketika ayahnya meninggal dunia.

Betapa ia sangat merindukan peluk hangat ibunya. Hatinya tak kuasa mehahan haru dan rindu yang berdebam-debam di dadanya.

ibu, dalam rinduku, hanya ada bayangmu

Dalam sujudku, hanya ada doa untukmu

Walau ruang dan waktu terbentang begitu jauh…

Tapi, cintamu akan selalu utuh

Memelukku. “

Itu adalah puisi yang ditulis di dinding kost-annya ketika ia tinggal dan bekerja di Karawang. Sejak kepergian ayahnya dua tahun yang lalu, Seffa selalu berusaha menjadi anak yang berbakti dengan cara membahagiakan hati ibunya. Setiap kata-kata dan nasihat ibunya selalu dijunjungnya dan di simpan dalam nampan pualam beralaskan sutra. ia tidak pernah sekalipun membantah apa yang dikatakan ibunya. Karena ia tahu, kini ia hanya memiliki satu pintu yang masih terbuka untuk menuju surgaNya. Dan ia tidak akan menyakiti Ibundanya apapun alasannya.

Pernah ia menolak permintaan juragan kontrakan di Karawang yang meminta agar ia mau menikah dengan putri tunggalnya, ia menolak permintaan juragan itu karena ibunya pernah pesan agar mencari jodoh orang Minang saja.

Karena cuaca Jakarta cukup panas Seffa pun tertidur lelap, dalam mimpinya, Ia melihat Ibu dan adiknya tersenyum padanya kemudian setelah itu, ia juga melihat sosok seorang wantia mengenakan gamis putih dan berjilbab putih tersenyum kearahnya, ia sangat mengenal wanita itu, dia adalah Shesfi, gadis manis asal Kerinci yang dikaguminya sejak masih duduk di bangku SMP, tapi ketika Seffa hendak menghampiri wanita itu, ia malah pergi menjauh.

Seffa telah jatuh hati pada Shesfi saat masih cinta monyet zaman SMP dulu, tapi ia tak pernah berani mengungkapkan perasaannya itu sampai sekarang, diantara yang jadi pengahalang niatnya adalah karena walaupu lahir dan sekolah di kampung yang sama dengannya, Shesfi bukanlah orang Minang, shesfi tinggal di Minang karena ayahnya seorang tentara yang dinas dan bertugas di Padang-Pariaman. Selain itu sekarang Shesfi sedang menyelesaikan studi S1 di UNP Padang, sedang dia hanyalah seorang lulusan SLTA. Apalagi dua bulan yang lalu Seffa dapat berita bahwa Shesfi telah bertunangan yang membuat semangatnya semakin hilang untuk mencintai Shesfi, bahkan ia sampai sakit karena berita itu.

“Yang mau shalat, yang mau shalat...? ayo turun...! waktu Ashar telah masuk kita akan berhenti setengah jam” kondektur bus berteriak dengan suara khasnya. Seffa terbangun dari mimpinya dan segera turun dari bus untuk shalat Ashar.

###

Malam baru saja beranjak ke peraduannya, suara jangkrik mulai terdengar di semak-semak, meramaikan sepinya malam yang selalu dilalui July dan emak di rumahnya di ujung desa. July menatap wajah emaknya yang sudah terlelap itu, kemudian menutupkan kain panjang batik ke seluruh badannya yang sudah ringkih di makan usia. July sangat mencintai emaknya, ia berubah sejak ayahnya meninggal dan tinggal hanya berdua dengan emaknya, dulu ia adalah anak bandel yang suka melawan. Malam itu July harap-harap cemas, karena kalau tidak ada kendala kakak laki-lakinya tercinta yang telah lima tahun merantau ke Jakarta akan sampai di rumah sebelum waktu sahur. Tepat jam dua July dibangunkan emaknya ”Abang mu sudah ngasih kabar dia sampai dimana?” tanya emak. ”belum mak...., mungkin HPnya lowbat, kan dia sudah dua hari diperjalanan”.

###

Pagi itu sekitar jam dua dini hari udara di Sicincin terasa sangat dingin, gerimis kecil menyambut kedatangannya menginjakkan kaki di Bumi Pariaman yang telah lima tahun ia tinggalkan. Bus NPM yang ia tumpangi baru saja berlalu di hadapannya. Seffa mengeluarkan HP dari dalam tasnya untuk mlihat jam, tapi HPnya mati karena selama tiga hari diperjalanan tidak dicharger. Beberapa tukang ojek yang biasa mangkal di terminal Sicincin segera menghampirinya. ”ojek diak.... pulang kama? (ojek dek mau pulang kemana?)” begitu sapaan khas tukang ojek disana. Setelah terjadi tawar menawar harga akhirnya, Seffa sefakat membayar dua puluh lima ribu untuk ongkos ojek dari Sicincin ke Sungai Sarik- pariaman, kampung halamannya.

Hanya dalam waktu kurang dari setengah jam tukang ojek yang cekatan telah mengantarkan Seffa sampai di halaman rumahnya di ujung desa, ia sudah tidak sabar segera bertemu dengan Ibunda dan adiknya July, mata Seffa terasa panas, ia tidak bisa menahan buliran-buliran bening yang berloncatan keluar dari kelopak matanya. Dadanya terasa sesak karena menahan berpuluh juta kerinduan yang bersemayam di dadanya. ”benar Mak... itu abang pulang...” dari balik tembok kusam rumah tua itu Seffa mendengar suara adiknya berkata pada emak. Pintu dibuka, Seffa yang sudah dari tadi menahan sesak di dadanya segera berlari memeluk emak dan adiknya, suara tangis pecah mengiringi waktu sahur di pagi itu.

###

Pagi yang masih menyisakan embun, karena matahari masih malu-malu untuk memperlihatkan wajahnya pada bumi. Orang-orang kampung baru saja selesai melaksanakan shalat Ied, pagi itu adalah pagi lebaran. Setelah silaturrahmi ke tetangga dekat, Seffa kembali ke rumah. Dia bersiap-siap karena Zainal temannya dan juga tetangga Shesfi yang baru saja pulang dari Kalimantan akan menjemput dan mengajaknya reunion bersama teman-teman lama waktu sekolah dulu.

Hari itu seharian Seffa dan Zainal keliling mengunjungi rumah demi rumah teman lama untuk reunion sekaligus mengantar undangan karena Zainal akan segera menikah lebaran ini.

###

Sore yang lembayung, sang mentari yang selalu setia menemani siang mulai beranjak pergi meninggalkan langit Pariaman petang itu. Shesfi merebahkan badannya di atas tempat tidur, ia baru saja selesai memasak untuk makan malam ayah dan empat orang adiknya. Sejak mamanya meninggal empat bulan yang lalu, dia lah yang mengurus semua pekerjaan rumahnya.

”semua pekerjaan sudah beres, mau ngapain lagi ya...?” Shesfi berkata dalam hati.

”SMS teman-teman Ah... ngucapin selamat lebaran” Gumamnya lagi

Setelah selesai mengetik kata-kata ucapan selamat lebaran di HP bututnya, pada menu option di HPya dia memilih kirim ke banyak, dan mulai ia memilih satu per satu nomor kontak yang akan dikiriminya ucapan selamat., tapi tangannya terhenti mencet keypad saat kontak yang akan dipilihnya menunjukkan sebuah nama ”SEFFA”,

”kirim ga’ ya....., kirim ga’ ya....?

Dia ragu-ragu karena hatinya selalu berdebar saat membaca atau mendengar nama itu. Dia sendiri juga tak pernah tahu kenapa., yang ia tahu hanyalah dulu waktu SMP ia begitu kagum pada Seffa karena kepintarannya, tapi ia juga sering kesal karena Seffa suka jahil di kelas.

”ah...., kirim aja lah..... OK!”

Di layar HPnya muncul tulisan ”Pesan Terkirim”

###

Sementara itu, Seffa sedang berada di rumah Ratna bersama Zainal merasakan getaran Handphone di saku celananya. Ketika di unlock terlihat tulisan ”satu pesan diterima” ketika dibuka......... satu pesan baru dari nomor +6285274423xxx

”selamat idul fitri 1430 H, mohon maaf lahir dan bathin. Shesfi dan keluarga besar”

Membaca SMS itu hatinya berdebar kencang, seorang gadis yang nomornya telah ia hapus dari kontaknya dan dengan mati-matian dia lupakan, kini seakan hadir di hadapannya, dengan keluarganya. Seffa segera menguasai dirinya dan bersikap tenang agar Ratna dan zainal tidak curiga.

Seffa memberanikan diri untuk membalas

”aq skrg lg di kmpung, ibu’ dimana? Leh g’ aq maen ke rmah ibu’?"

Tak lama kemudian ada balasan....

”Fi lagi di S. Sarik, maen la ke sini... ntar malam aja, coz sekarang dah mo magrib”

”OK.......” Seffa kembali membalas

Malam pun datang setelah shalat Isya Seffa menelpon Zainal

”Nal,, Jemput saya donk..! saya mau ke rumah Shesfi”

”Tunggu aja, saya akan datang” jawab Zainal.

Malam itu Seffa tidak tahu apa yang ia rasa dan fikirkan, yang jelas dia tau bahwa dia akan segera melihat dengan mata kepalanya sendiri pujaan hatinya telah berkeluarga, dan bahagia bersama orang lain. ”Tapi tak apa lah, hitung-hitung silaturrahmi” fikirnya.

###

Malam yang cerah, angin bertiup sepoi membelai kerudung bidadari yang menari di permadani langit bersama untaian bintang-bintang dan bulan sabit yang seakan tersenyum riang. Di atas motor dalam perjalanan pulang dari rumah Shesfi, hati Seffa berbunga-bunga, dia baru saja tahu bahwa Shesfi belum menikah dan tidak pernah tunangan. Dia merasa mempunyai jiwa yang baru dalam jasadnya, tapi seperti dulu dia tetap tidak sanggup mengungkapkan perasaannya itu.

Baru saja sampai di rumah, handphone-nya berdering dia melihat di layarnya tertera ”Shesfi Memanggil” dia terlonjak kaget.

”hallo, Assalamualaikum.....”

” waalaikum salam, uda besok telpon fi ya..! Fi mau nanya sesuatu sama uda”.

”kamu mau nanya apa? tanya aja sekarang,,”

”ga’ bisa, kita harus ketemu”

”ya udah besok habis subuh aku telpon... asalamualaikum”

###

@@@@

30 september 2009; Di tengah dinginnya pagi, kicau burung datang mengusir suara jangkrik begitu riuhnya, sang fajar yang datang mengantarkan pagi baru saja berlalu, tapi sang mentari yang bersembunyi dibalik tirai embun masih enggan memperlihatkan keperkasaannya. Permadani lazuardi biru yang biasanya menghiasi cakrawala Pariaman, pagi itu seakan pergi jauh entah kemana. Shesfi bangkit dari sajadahnya, ia baru saja selesai membaca Al-Qur’an yang dimulainya sejak habis shalat subuh. Biasanya dia akan langsung membangunkan adik-adiknya dan menyiapkan keperluan sekolah mereka. Karena masih libur lebaran, kegiatan itu tidak dilakukannya. Dia berencana melanjutkan ketikan bahan skripsinya. Belum sempat ia menyalakan komputer handphone-nya berdering. Di layar tertulis ”SEFFA Calling”

”assalamualaikum, uda...” Shesfi lebih dulu memulai pembicaraan.

”wa-alaikum salam, lagi ngapain...?” Seffa menjawab

”lagi nelpon”, jawab Shesfi bercanda.

”Mank nya kamu mau nanya apa sama uda? Dan kenapa juga kita harus ketemu?” terdengar suara Seffa penasaran karena disuruh nelpon oleh Shesfi semalam.

”iya sebenarnya kita memang harus ketemu, tapi siang ini Fi mau ke Padang ada keperluan di kampus, uda cerita sekarang aja ya Fi mau nanya sesuatu...” jaeab shesfi santai.

”iya, kamu mau nanya apa...?” Seffa makin penasaran.

”Fi cuma mau nanya, kenapa uda mau pulang kampung ga’ ngasih kabar ke Fi?, pdahal dulu uda sering nelpon, tapi akhir-akhir ini sama sekali uda menghilang..., kenapa uda? Fi punya salah sama uda...?” terdengar suara Shesfi sedikit tinggi diseberang telpon.

Seffa terterdiam setelah mendengar pertanyan dari Shesfi, jantungnya berdebar kencang, aliran darahnya terasa begitu derasnya, seketika ia merasa badannya panas dingin hingga ia berkeringat ditengah dinginnya udara pagi itu. Betapa tidak, jika dia menjawab jujur sama saja dia mengungkapkan rasa sayangnya pada Shesfi, suatu hal yang selama ini terasa begitu berat baginya. Sedangkan kalau ia tidak jujur hari ini kapan lagi perasaan cinta yang selama ini begitu menyiksanya akan terungkap.

”Hallooo..., masih ada orang disana...?” suara Shesfi membangunkan Seffa dari lamunannya.

”ma... masih lah... ga’ uda ga’ tidur kok...” jawab Seffa dengan terbata-bata dan berkata sekenanya.

”lalu kenapa diam...? ga bisa jawab..?” Shesfi terus mendesak.

Seffa yang dari tadi diterpa kebimbangan antara berkata jujur atau tidak telah memutuskan untuk jujur dan mengungkapkan segalanya. Sekuat tenaga Dia mengumpulkan semua keberanian yang masih tersisa.

”ok... oke uda akan jawab,, tapi kamu jangan marah ya...?” Seffa terbata-bata.

”napa harus marah...?” terdengar suara Shesfi bersahabat.

Seffa menghirup nafas dalam-dalam, ia berusaha menguasai dirinya, tapi jantungnya berdetak semakin kencang. Seluruh darahnya terasa naik ke ubun-ubun, tapi dia tetap harus berani.

”se... seb... eh...! dua bulan yang lalu uda nelpon kamu, tapi yang jawab cowok, dan cowok itu ngaku tunangan kamu. Dan sejak saat itu nomor kamu uda hapus dari kontak uda, makanya uda ga’ ngasih kabar, kalau uda pulkam” jawab Seffa berusaha santai.

” kemaren kan uda juga sudah lihat sendiri kalau Fi belum merid dan ga’ pernah tunangan. Kalupun Fi sudah merid, kita kan sudah berteman sejak SMP, kenapa nomor Fi dihapus.....? kenapa....?” Shesfi terdengar agak kecewa dengan jawaban Seffa.

Sementara Seffa sudah tidak bisa lagi mengendalikan dirinya. Dia berteriak di telpon....

”karena uda suka sama kamu.... karena uda sayang sama kamu...., dan perasaan ini telah terpendam sejak SMP, tapi uda merasa kamu terlalu indah bagi ku”....

Bagai ada yang menghentikan aliran darahnya..... Shesfi merasa tubuhnya kaku mendengar kata-kata terakhir yang keluar dari speaker HP-nya. Pikirannya terbang jauh melayang-layang menembus batas waktu kembali ke ruang kelas 2.1 SLTPN 1 VII Koto sembilan tahun yang lalu.

Di ruang kelas itu ia duduk di deretan bangku paling depan. Di ruang kelas itu murid-murid perempuan selalu masuk ke kelas lebih dulu dari pada murid laki-laki. Di ruang kelas itu setiap hari selalu dia memperhatikan seorang siswa yang duduk paling belakang lewat di depan dan di lorong samping mejanya. Siswa itu adalah sang bintang juara kelas kelas 2.1, siswa itu adalah sang ketua kelas yang menjengkelkan dan suka jahil di kelas, siswa itu adalah Seffa yang sekarang dipanggilnya uda karena lebih tua darinya.

Kemudian khayalan Shesfi melayang menembus waktu setahun berikutnya, ke ruang kelas 3.2. Di ruang kelas itu ia juga duduk di deretan bangku paling depan. Di ruang kelas itu setiap hari juga ia memperhatikan seorang siswa yang duduk paling belakang, setiap kali siswa itu lewat di depan mejanya. Siswa itu selalu membuat dia tertegun membaca namanya saat dia disuruh wali kelas mengabsen seluruh siswa. Siswa itu masih bernama Seffa, yang baru saja berkata sayang padanya. Dia tidak tahu apakah karena menunggu kata-kata itu selama ini dia selalu gugup saat mendengar nama itu.

Tiba-tiba Shesfi keluar dari dunia khayalannya, sa’at ia teringat sebuah nama pemuda lain di pikirannya, seorang pemuda yang selama ini begitu baik padanya. Pemuda yang selalu bersedia membantunya jika ia mambutuhkan. Pemuda itu satu kampus dengannya. Pemuda itu juga yang sebenarnya mengaku sebagai tunangannya. Pemuda itu bernama Hasnul. Dan yang paling membuat ia tertekan adalah pemuda itu telah melamarnya, walupun dia belum menjwab lamaran itu.

Shesfi merasa bahwa sesungguhnya yang dia cintai hanyalah Seffa, sesungguhnya yang dia sayangi hanyalah Seffa. Sesungguhnya yang ia harapkan kehadirannya dalam mimpi-mimpinya hanyalah Seffa. Tapi jika ia menolak lamaran Hasnul, ia akan merasa sangat berhutang budi. Selama ini Hasnul begitu baik padanya. Hasnul selalu ada sa’at dia sedang sedih, Hasnul selalu ada sa’at dia butuh kasih sayang seorang ayah yang hilang darinya, karena ayahnya sangat pemarahnya. Shesfi merasakan sedang berada dalam dilema kebimbangan yang teramat sangat. Dan tanpa disadarinya air matanya yang bening menetes membasahi pipi mungilnya. Air mata yang selama ini tak pernah hadir di pipinya karena telah kering didera kesedihan yang ia rasakan sejak kecilnya. Kesedihan karena KDRT oleh ayahnya.

Sesa’at lamanya tidak terdengar kata-kata dari kedua insan yang sedang on-line itu. Seffa yang telah bisa menguasai dirinya mencoba memecah kebekuan....

”dan satu hal lagi, kamu tidak cocok untuk dijadikan pacar Fi, karena uda mang ga’ suka pacaran. Kamu lebih pantas dijadikan istri..........., masalahnya adalah uda ga’ pantas jadi suami kamu, kamu adalah seorang intelektual yang sebentar lagi jadi sarjana. Sementara siapalah uda....?”

Kata-kata Seffa membangunkan Shesfi dari lamunannya.

”uda....., Fi ga’ pernah melihat seseorang itu dari kastanya. Kenapa uda baru ngomong sekarang, sungguh saat ini Fi berada dalam kebimbangan. Fi ga’ bisa jawab sekarang.........., udah dulu ya nelponnya.. Fi udah ga’ tahan... Fi mo nangis.... Asalamualaikum..... tut.. tut... tut..” Shesfi berkata dengan suara serak karena menangis.

Sementara Seffa tidak paham apa yang terjadi, mengapa Shesfi menangis? Apakah kata-katanya telah melukai perasaan Shesfi..? gumam Seffa dalam hati. Seffa mencoba menghubungi kembali nomor Shesfi, namun yang dengar hanyalah jawaban dari operator ”nomor yang anda tuju sedang tidak aktif”.

@@@@

30 September 2009. Sore yang mendung, mentari yang perkasa tidak mampu menyingkirkan tirai kelabu yang menutupi cakrawala Ranah Minang hari itu. Shesfi dan dua orang temannya baru saja keluar dari gerbang UNP, ia baru saja selesai bimbingan. Setelah pembicaraannya di telpon dengan Seffa pagi tadi pikirannya tidak bisa fokus, di benaknya ada dua orang pemuda yang muncul silih berganti.

Tiba-tiba dari arah belakang, Shesfi dikagetkan oleh suara cempreng sahabatnya Dewi duaarrr.....! dari tadi bengong aja, tau gak? anak kambing tetanggaku, kemarin mati mendadak lho...gara-gara bengong kayak kamu.”

”iih apaan sih, siapa juga yang bengong?” jawab Shesfi setengah kaget.

”oooh gitu ya.. sebelum pulang kita ke Basko Mall dulu yuuuk. Refreshing dan sekalian shalat ashar disana... gimana.....?

”gimana Wen...?” Shesfi minta persetujuan Weni.

”Ayoo aja mah” jawab Weni setuju....

@@@@

Di sebuah warung di ujung desa, para pemuda tengah asyik bercanda dan bercerita. Kongko-kongko di warung sore hare hari memang biasa dilakukan oleh pemuda di kampung itu, mereka umumnya anak-anak rantau yang pulang mudik lebaran. Mereka asyiik dengan dunia masing-masing.. ada yang bergitar, ada yang main Takraw di lapangan samping warung, ada yang ngobrol.... dan sebagainya.

Sudah hampir satu jam Seffa duduk di warung itu tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya, segelas teh manis yang dipesannya belum setetes pun masuk kemulutnya.

”wuoooy.... dari tadi ngelamun aja...? napa lu..? jalan-jalan yuuk pake motor gue..” Anton datang mengagetkan Seffa.

”mang mau kemana..?”

”pokoknya ikut aja..., cuci mata Bro, dari pada lu bengong disini, ntar malah kesambet”

”Ayooo, berangkat...”

Seffa dan Anton pun berangkat. Mereka menelusuri jalan kampung menuju pasar Sungai sarik, di pertigaan pasar mereka belok kanan mengikuti jalan raya Sicincin-Pariaman. Anton sengaja memelankan laju sepeda motornya agar bisa menikmati sejuknya udara petang itu. Pas didepan plang bertuliskan SMAN 1 VII KOTO Anton belok kanan menuju arah Sungai Tareh. Entah kenapa anton membelokkan sepeda motornya kesana, jalan itu adalah jalan yang melintas di depan rumah Shesfi.

”mau kemana Ton..?”

”gue mau liat SMA gue... kangen gue”

Motor terus melaju, Hati Seffa berdebar-debar sa’at melintas di depan rumah Shesfi. Dia tahu Shesfi dari tadi pagi berangkat ke Padang, tapi entah kenapa dadanya berdegup serasa ada yang memompa jantungnya.

Motor yang dikemudikan Anton terus melaju melewati SMA terus menelusuri jalan menuju Simpang Balai Jum’at, di pertigaan kembali bertemu jalan raya Sicincin-Pariaman, mereka belok kiri. Di Simpang Gado-Gado mereka Belok kanan menelusuri jalan Kampung Sungai Keruh diantara sawah-sawah yang menghijau, bak permadani yang dibentangkan begitu indahnya.

@@@@

Sedang asyik-asyiknya Seffa dan Anton menikmati keindahan alam, tiba-tiba terdengar suara gemuruh, diikuti goncangan yang makin lama terasa semakin keras. Orang-orang berlarian keluar rumah sambil berteriak, ”gempa...., gempa...”. Anton menghentikan laju motornya. Terlihat jelas oleh mereka rumah-rumah penduduk ambruk, anak-anak dan perempuan berteriak histeris. Jalanan tertutup kabut dari debu rumah yang rubuh.

Guncangan dahsyat selama kurang dari 60 detik itu telah meluluh lantakan Pariaman, rumah-rumah penduduk hancur, bukit longsor, jalanan dan jembatan rusak parah, beberapa kampung terisolir.

@@@@@

Setelah guncangan dahsyat itu berakhir, Seffa dan Anton teringat rumah dan keluarga mereka di ujung desa. Anton segera memacu motornya menuju kampung, di sepanjang jalan terlihat ibu-ibu dan anak-anak menangis, berteriak histeris, bahkan ada yang sampai pingsan, juga terlihat bangunan-bangunan hanya menyisakan atap yang menyentuh tanah.

Sesampainya di ujung desa Seffa segera melompat turun dari motor, yang ada di fikirannya hanyalah ibundanya tercinta dan adiknya July. Dari ujung lorong gang di depan rumahnya ia melihat ibu dan adiknya bersama beberapa orang penduduk kampung berdiri menggigil dengan wajah pucat ketekutan.

”Alhamdulillah mereka selamat....” Seffa mengucap syukur karena ibu dan adiknya selamat.

Setelah memastikan kondisi ibu dan adiknya. Seffa dan beberapa pemuda kampung membuat pengungsian sederhana untuk menampung masyarakat malam itu, karena semua rumah di kampung itu rusak berat. Dari sore itu sampai pagi keesokan harinya alam seakan menangis, hujan tak henti-hentinya mengguyur Bumi Ranah Minang.

@@@@@

Sementara itu Shesfi yang sedang berada di Padang saat gempa baru saja naik TRB, gempa membuat jalanan di Kota Padang macet total. Shesfi teringat adik-adiknya di rumah. Mau nelpon tak ada jaringan. Dalam kegundahan hatinya juga muncul bayangan Seffa di benaknya. Walaupun di layar handphon-nya tertulis no signal namun ia tetap mencoba SMS Seffa.

”Aslm,.. uda gmana... keadaannya..?”

@@@@@

Pagi itu gerimis masih terus membasahi bumi, Seffa yang dari semalam tak bisa tidur karena kuatir keadaan Shesfi, dengan alasan mau beli bensin untuk Genset Seffa berhasil minjam motor tetangganya. Dengan motor itu ia langsung menuju rumah Shesfi. Alhamdulillah Shesfi dan adik-adiknya selamat.

@@@@@@@@

Oktober 2009

Desir ombak Pantai Pariaman sore itu masih terlihat semangat merayu hamparan pasir putih yang setia pada daratan. Tapi, keceriaannya tak mampu menghadirkan senyum pada tangisan yang melanda Ranah Minang. Guncangan hebat di akhir September itu telah meluluh lantakan sebagian wilayah Bumi Minangkabau. Seffa melepas pandangannya ke tengah laut lepas. Disana seolah terlihat kota Jakarta dengan segala kemewahannya melambai-lambaikan tangan memenggilnya untuk kembali. Yaa… telah lebih sebulan ia meninggalkan Kota impiannya itu, besok ia akan kembali ke sana, merajut kembali mimpi-mimpinya selama ini. Walau dengan sejuta kepedihan di dadanya namun ia harus tetap pergi meninggalkan orang-orang yang disayanginya.

“Besok uda akan kembali ke Jakarta Fi,.., kamu baik-baik ya…, uda juga nitip bunda dan July” Seffa berkata pada Shesfi yang tengah menatap keindahan laut untuk mengurangi kegalauan hatinya.

“iya uda,, uda kan berangkatnya besok.. ga’ usah ngomong sekarang.. ntar jadinya akan terlalu banyak kesedihan..” jawab Shesfi dengan mata berkaca-kaca.

@@@@

Siang itu cakrawala Pariaman masih belum mau menampakkan keceriaannya. Rintik-rintik hujan begitu setia menemani kesedihan yang menyelimuti Ranah Minang. Seffa baru saja selesai ngepack barang-barangnya. Sore itu ia akan kembali ke Jakarta.

“makan dulu Seffa,, ntar ga’ keburu, sudah jam dua...” kata Ibunya sambil bergegas mau mengambil nasi.

“Ntar aja mak,, masih kenyang..” jawab Seffa.

Tidak lama kemudian handphone-nya berdering. Ada SMS dari Shesfi.

“aslm., uda berangkat jam berapa…..?

“Berangkat dari rumah ke bandara jam 5 sore ini. Kamu ga’ ngasih apa-apa sama uda…? Balas Seffa

“Yudh, Fi ke rumah uda, bawain sesuatu…”

“ga’ usah Fi.. ini kan Hujan.. uda hanya bercanda”

“Cuma gerimis kok, tapi seandainya waktu tak membawa Fi bertemu uda sekarang, Fi kan berdo’a semoga waktu kan merangkul uda dengan sejuta kehangatan dan kebahagiaan disana”

@@@@

Gerimis sudah mulai reda, meskipun mentari tetap tidak mau menampakan senyumannya pada bumi. Shesfi ditemani Popy sedang diperjalanan menuju rumah Seffa. Tangan kanannya tampak memegang seikat Bunga Akar rumput kering yang akan diberikannya pada Seffa sebagai kenang-kenangan,. Sebagai mahasiswi jurusan biologi Shesfi memang mempunyai banyak koleksi bunga-bunga kering. Alasannya memberi bunga akar rumput buat Seffa adalah karena itulah satu-satunya benda yang ia ambil dengan tangannya sendiri di hutan Taman Raya Bung Hatta.

Setengah jam kemudian mereka sudah sampai di rumah Seffa. Emak menyambut dengan ramah “eh... ada tamu.. mari masuk, Seffa belum berangkat...”.

Sementara July segera memberi tahu abangnya kalau ada kak Shesfi datang. Seffa segera menuju ruang depan rumah.

“maksain banget sih mo kesini Fi..? ni kan hujan..”

“udah ga’ hujan uda.....”

“kalau begitu...., kamu bawa apa buat uda...”

“Nih..., moga benda ini bisa menemani uda disana...”

Seffa mengambil bunga kering pemberian Shesfi, ingin rasanya ia menangis, namun ia malu pada Ibunya.

“Memangnya berangkat jam berapa uda..?” Shesfi mencairkan lamunan Seffa.

“neh lagi nungguin si-Rozi ngambil motor yang akan mengantar uda ke bandara,...”

“pakai motor...? ntar kalau hujannya deras gimana...”

“makanya do’ain biar ga’ hujan...”

“Amiiin....” koor suara Shesfi, Emak, July dan Popy.

@@@@

Awan hitam hari itu tampak begitu setia menemani perjalanan Seffa meninggalkan Ranah Minang. Sesekali rintik gerimis turun membasahi bumi. Rozi yang mengantar Seffa mempercepat laju motornya, ia berusaha agar tidak kehujanan di jalan, ia tidak ingin Seffa basah-basah sampai di bandara. Dari pertigaan Polsek VII Koto, Rozi belok kanan menuju Simpang empat, di Simpang Empat belok ke kiri melintasi jalan yang menghubungkan kecamatan VII Koto dan Kecamatan Nan Sabaris. Dari Nan Sabaris di simpang Balai Basuo motor dibelokkan menuju arah Ulakan melewati makam Syekh Burhanuddin, ulama penyeber Islam di Minangkabau.

Sepanjang jalan mata Seffa berkaca-kaca menyaksikan Negerinya yang hanya menyiksakan puing-puing akibat gempa, tampak masyarakat bertumpuk-tumpukan dalam tenda-tenda darurat. Mereka kedinginan, mereka kelaparan, anak-anak mereka tidak dapat sekolah, rumah mereka hancur, mereka kehilangan harapan, setiap hari mereka menantikan bantuan yang masih menumpuk di kantor Bupati. Entah karena sebab apa pendistribusian bantuan pemerintah untuk korban gempa berjalan sangat lamban. Bahkan kalah dibanding bantuan-bantuan dari pihak swasta telah mencapai pelosok-pelosok terpencil.

Setelah satu jam perjalanan, Seffa sampai di Bandara Internasional Minangkabau mendekati waktu magrib, Rozi mengantar sampai pintu masuk, kemudian mereka berpisah. Setelah melakukan Check-In Seffa segera menuju Mushala untuk shalat magrib. Selesai shalat ia segera memasuki ruang tunggu, lima belas menit kemudian terdengar pemberitahuan agar penumpang pesawat Mandala tujuan Jakarta segera memasuki pesawat. Sa’at memasuki pesawat Seffa merasa benar-benar telah jauh dari kampungnya, ia merasa sangat jauh dari emak, July, dan juga Shesfi. Air matanya kembali tumpah membasahi pipinya. Senyuman manis dan sapaan lembut seorang pramugari cantik tak mampu mengobati kesediahan hatinya.

@@@@

Januari 2010

Jakarta pagi itu terasa dingin, hujan yang turun dari semalam belum menunjukkan tanda-tanda akan reda. Seffa baru saja selesai membaca Al-Qur’an, Ia meletakkan Mushaf-nya dan langsung menyalakan pemanas air. Handphone-nya berdering sebuah panggilan dari nomor baru.

“Asalamualaikum......”

“wa-alaikum salam.... uda, ini Fi...”

“ohh.. Shesfi, ada Fi..., tumben pagi-pagi dah nelpon...?”

“ntar jam delapan Fi akan sidang Skripsi, mohon do’a-nya ya uda....”

“amiiin....”

Kemudian Seffa sms Shesfi

“jangan lupa baca do’a ya Fi: Rabbi srahli shadri, wa-ya syirli amrii, waflul ukhdatam min-lisani yafkahu kauli”

“makasih uda...”

@@@@

Langit kota Padang siang itu tampak cerah, kehidupan penduduk kembali bergairah, tampaknya trauma akibat gempa sudah mulai sirna dari ingatan warganya. Siang itu angin berhembus lembut, mentari tersenyum ceria seperti cerianya hati Shesfi yang baru saja lulus sidang skripsi. Tak henti-hentinya ia mengucap syukur ke hadirat Allah SWT, ia tak kuasa menahan butiran-butiran bening yang mengalir lembut diantara kelopak matanya. Ia menangis karena tak bisa membagi kebahagiaannya bersama sang bunda tercinta yang telah pergi untuk selamanya.

“di hari yang semestinya sangat bahagia ini,, kenapa kamu nangis Fi...?” Dewi yang setia menemaninya sejak pagi, memecah kesedihannya.

“Aku teringat mama Wi...., mestinya mama ada sa’at seperti ini...” jawab Shesfi sambil menyeka air matanya dengan tangan.

“udahlah Fi..., mama mu pasti tersenyum melihatmu disana...” Dewi coba menghibur

“Makasih ya Wi...”

@@@@

Langit gelap tanpa sang rembulan, bintang-bintang absen menghiasi cakrawala Metropolitan malam itu. Seffa sedang dalam perjalanan pulang dari Majelis Az-Zikra, majelis zikir pimpinan Ustad Arifin Ilham, motor yang dikendarainya melaju pelan menelusuri jalan raya Sawangan-Depok, terus lurus menuju Cinere melewati Masjid Dian Almahri, mesjid megah berkubah emas.

Kurang dari satu jam ia telah sampai di istananya berupa kamar kost berukuran 4X5 meter yang ia tempati bersama dua orang temannya di Jakarta. Ia segera melihat HP-nya yang sengaja ia tinggal di rumah. Di layar HP tertulis “2 Misscall” setelah di unlock ternyata dari nomor Shesfi. Kemudian Seffa menelpon balik.

“asalamualaikum,, ada FI..? maaf tadi uda ga’ bawa HP..”

“wa.... alaikum....salam...” terdengar jawaban Shesfi dengan suara gemetaran seperti sedang menangis.

“kamu nangis... ada apa...?, dimarahi papa lagi...?”

“papa ga’ marah..., Fi mau cerita sesuatu sama uda malam ini..., cerita itu telah Fi kirim lewat e-mail, segeralah baca e-mail uda. Sebelumnya Fi minta ma’af..., asalamualaikum.. tut..tut..tut..” Shesfi menutup telpon dengan suara serak... karena tangisnya semakin menjadi.

Seffa yang penasaran kembali menyalakn motornya bergegas menuju warnet untuk mengecek e-mailnya. Satu e-mail baru dari shesfi_cute@.....com,

Assalamu’alaikum wr. Wb.

Teruntuk uda Seffa di rantau jauh, semoga selalu dalam lindungan Allah SWT.

Uda..., sebelumnya Fi mohon ma’af, karena berita ini begitu tiba-tiba.

Sebenarnya Fi telah dilamar oleh seorang pemuda dan Fi belum menjawab lamaran itu. Pemuda itu adalah teman sekampus Fi yang sekarang telah jadi PNS di kampungnya di Bengkulu. Minggu lalu setelah ia tahu Fi telah lulus skripsi, tiba-tiba ia datang ke rumah bersama orang tuanya menemui Papa. Keluarga Fi telah banyak utang budi sama keluarga pemuda itu, dan Papa telah setuju menjodohkan Fi dengannya.

Uda...,

Uda kan tau kalau Papa itu sangat diktator... Fi ga’ bisa menolak setiap keputusannya. Papa begitu berkuasa atas Fi.. apa lagi setelah mama meninggal, sudah tak ada lagi tempat Fi mengeluh...,

Fi berharap uda ga’ sakit hati dengan semua ini....

Percayalah uda Fi sangat mencintai uda...., Fi berdo’a semoga uda menemukan pengganti yang lebih baik dari Fi.

Wasalamualaikum Wr.wb

Tanpa membalas email itu, Seffa langsung pulang dengan menahan seribu kepedihan yang datang seperti silet berkarat yang menyayat-nyayat hatinya. Dia seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja ia baca. Ia memacu motornya dengan kecepatan tinggi tanpa peduli bahaya yang akan menimpa dirinya.

@@@@

Malam telah larut, orang-orang telah tertidur lelap. Meskipun di luar sana masih terlihat kelap-kelip lampu di beberapa diskotik yang tak pernah tidur, namun malam itu udara Jakarta terasa sangat dingin, sedingin itu pula hati Seffa pada malam itu. Ia memandangi seikat bunga akar rumput kering pemberian seseorang yang beberapa jam yang lalu masih menjadi bunga mimpi-mimpinya, air matanya mengalir deras tak terbendung...

“ah... aku tidak boleh cengeng..., Aku harus kuat... Aku yakin akan ada akhir yang baik dari semua ini....” bisik Seffa dalam hatinya sambil menyeka air matanya dan segera berwudu’.

Setelah shalat tahajud ia belum juga bangkit dari sajadahnya. Ia mengadukan semua kepedihan hatinya kepada Rabbi penguasa alam. Dalam keheningan malam ia berdo’a:

“Ya rabb, aku telah jatuh cinta kepada seorang hamba-Mu yang shaleha....

jika engkau berkenan ya Rabb, aku titipkan perasaan ini pada-Mu, sebab tidak sanggup Aku menanggung beban cinta ini.... tanpa bimbingan-Mu...

Aku juga titipkan dia pada-Mu..., jagalah dia.. lindungilah dia... bahagiakan dia... Ya Rabb,

Ya Allah, sang Penguasa cinta.... janganlah Engkau jadikan cintaku pada ciptaan-Mu melebihi cintaku pada-Mu...”

Di ujung do’anya, Seffa kembali menangis, air matanya tumpah membasahi sajadah... ia terus menghibur dirinya... “Aku tidak boleh cengeng... Aku harus kuat... aku laki-laki...”. tapi ia kalah, tubuhnya berguncang hebat dan ia jatuh pingsan sampai azan subuh membangunkannya.

@@@@

Gerimis masih saja turun. Dengan mata yang telah basah Seffa membaca sebuah catatan singkat yang ditulis di buku hariannya.

“ aku memandang pelangi

Yang turun bersama gerimis senja hari.

Akankah aku menjadi pangeran sang bidadari pelangi

Yang suci dan bermata jeli?

seperti apa yang didongengkan nenek

sebelum tidur waktu aku masih suka mengisap jari

sedangkan kini, mimpi-mimpi itu telah sirna terpanggang

sinar matahari.

Mungkinkah aku akan melihat bidadari suci lagi....?”

“ Shesfi, engkau akan tetap menjadi bidadari suci di hatiku. Dan aku bersyukur karena pernah mencintaimu.” Bisik Seffa dalam hati.

“..Aku melihat bidadari..

Seorang putri rupawan yang halus budi...

Laksana mawar, engkau mekar di sekeping hati,

Ingin ku petik, walau tanganku harus berdarah tertusuk durimu,

Wangi mahkotamu akan mengobati lukaku,

Engkaulah mawar hati, selamanya akan ku nanti,

Engkaulah mawar hati dan rindu pun berbunga di sekeping hati...”

@@@@

Note:

Sampai sa’at ini Shesfi belum juga menikah.....

Mungkinkah Seffa akan dipertemukan kembali dengan Shesfi...?

Hanya kejujuran sang waktu yang mampu menjawab semua ini....

TAMAT


Semoga Bermanfaat,

Salam Cinta Secinta-cintanya

(^_^)
SYAIFUL PUTRA
www.syaifuljourney.blogspot.com

Baca Selengkapnya!